Petualangan ke Alam Lain
Minggu ini entah mengapa langit terlihat
sedih, membuatku tidak ingin beranjak dari singgasanaku. “Kringgggggg…kringggg..
kringgg” suara yang berkali-kali aku dengar tapi tak ku hiraukan, lalu
tiba-tiba aku merasakan hujan membasahi wajahku. “Bungaaaa bangun!” begitulah
teriakan mamaku yang melihat aku baru bangun saat disiram air olehnya. “Sudah
jam berapa ini? Anak gadis bangun kok mesti kesiangan” ocehannya yang selalu ku
dengar setiap pagi. Kemudian ku liat jam bekerku yang dari tadi belum ku
matikan.
“Masih
jam 9 kok ma”
“Jam berapa dek?”
“Jam 9 ma, eh jam 10 ma, hehe” jawabku
saat kuperhatikan betul jam bekerku.
“Liat kakak-kakakmu, mereka sudah bangun
dari subuh tadi”,
“Ya kan mereka sudah besar mama” sambil
memasang wajah murung.
“Memang kamu masih kecil?” “Sudah sana
mandi terus bantuin kakakmu ngecat” ocehan mamaku yang tak henti-henti selalu
membandingkan aku dengan kedua kakak laki-lakiku. Langsung saja aku beranjak ke
kamar mandi tanpa mendengarnya. “Bruakkkkk” suara pintu yang kubanting karena
kesal. “Bungaaaaaaa!” mamaku terus teriak karena ulahku pagi ini.
Aku Bunga Wulandari, 16 tahun, anak
bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakakku laki-laki, tapi entah mengapa
dibandingkan denganku mereka lebih rajin mengerjakan tugas yang seharusnya
dilakukan oleh anak perempuan. Papaku sudah meninggal sejak aku berumur 5
tahun. Mamaku seorang dokter. Kakakku yang pertama bernama Ilham, dia sudah
kerja. Dan yang kedua bernama Rehan, dia masih kuliah semester 1. Teman-temanku
bilang aku tomboy, perilakuku seperti anak laki-laki yang suka manjat pohon,
bolos sekolah, main bola, pokoknya semua yang dilakukan anak laki-laki.
Meskipun begitu aku juara kelas juga loh, hehe. Wajahku bisa dibilang cantik,
karena aku anak perempuan, hehe bercanda, tapi memang cantik kok banyak temen
sekolahku yang suka sama aku, tapi aku sudah janji sama kedua orangtuaku aku
mau sukses dulu.
Setelah aku selesai mandi, langsung aku
berlari ke ruang makan sambil besenandung dan sudah disiapkan nasi goreng dan
susu oleh kak Rehan.
“Pagi kak” sapaku, dan langsung kusambar
nasi goreng di meja makan.
“Pagi juga putri tidur”
“Loh kok?” tanyaku sambil menghentikan sendok
yang sudah ada di dalam mulutku.
“Lagian kamu kalau dibangunin susah
banget, jam bekermu aja sampe kedengaran dari sini”
“Biarin tidur bagi anak dibawah 17 tahun
itu baik kok”
“Yaudalah terserah kamu putri tidur”
sambil mengusap kepalaku.
“Duh apaan sih” mengepaskan tangannya.
Dan aku melanjutkan makananku lalu minum susu. Selesainya aku langsung lari ke
bagasi dan mengambil sepeda kesayanganku. “Bunga kamu mau kemana?” Tanya kak
Ilham yang sedang mengecat tembok bagasi. “Main kak ke rumah Ruben”. Lalu aku
langsung mengayuhnya seperti pembalap Rossi meskipun aku dengar suara mamaku
yang teriak memanggilku.
10 menit kemudian aku sampai di rumah
Ruben. “Ruben, Ruben” teriakku di depan pagar rumahnya. Kemudian nampaklah
batang hidungnya. “Eh Bunga, ayoo masuk, anak-anak udah di dalem”. Ku masukkan
sepedaku di halaman rumah Ruben. Setelah aku masuk ke dalam rumah Ruben
ternyata temen-temenku sudah kumpul semua.
“Eh lan jam berapa ini baru dateng?,
sapa Ikhsan yang memanggilku Wulan.
“Hehe maaf san tadi aku kesiangan”
“Wulan kesiangan itu sudah biasa san,
gak heran aku mah” lanjut sasa. “Haha iya sa padahal kan seharusnya cewe itu
bangun pagi bantuin
mamanya” kata Rais.
“Udah ah kasian Wulan ituloh” bela Ikhsan.
“Ada apa dengan Ikhsan dan Wulan? goda
Sasa.
“Hahaha apaan sih? Ayo nonton film”
“Ben katanya kamu puya film bagus, ayo
setel” lanjut Rais.
“Oke bentar aku siapin”
Kami menunggu di ruang keluarga rumah
Ruben sambil mengecap apapun yang ada di meja. 5 menit kemudian Ruben keluar
dari kamarnya sambil membawa beberapa kaset di tangannya. Dia berjalan sambil
melempar senyum ke kami.
………………………………………………………………………………
Kami berempat mengayuh sepeda kearah
hutan. Konon katanya disana ada sebuah perkumpulan zombie. Kami memang sangat
penasaran dengan pernyataan tersebut.
“Ayo lebih cepat, keburu sore!!!” seru
Ruben.
“Tunggu ben sepeda Sasa bocor” Kataku.
“Oke kalau begitu kita jalan kaki aja
kesana, lagian tinggal bentar lagi nyampe” Kata Ruben menjawab.
“ Baiklah” seru kami bertiga menjawab
Ruben.
Di dalam perjalanan kami berjanji tidak
akan terpencar. Aku dan Ikhsan berjalan
di depan dan di belakang ada Sasa dan Ruben. 10 menit kemudian kami sampai di
perkumpulan yang konon katanya banyak zombie. Namun belum ada zombie yang
terlihat sampai saat ini. Kami berjalan dengan santainya. Saat aku dan Ikhsan
menengok ke belakang ternyata Sasa dan Ruben tidak ada di belakang kita.
“Loh lan mereka kemana?”
“Aku gak tau san, apa mereka tersesat?”
“Atau kita yang tersesat?” lanjut
Ikhsan.
“Coba san telpon mereka, lu bawa hp
gak?”, langsung Ikhsan mencari handphone nya
di semua sakunya.
“Loh hp gue gak ada lan, terus gimana?”
“Apa kita balik lagi aja?”
“Yaudah kalau gitu”
Kami akhirnya memutuskan untuk kembali
ke jalan semula. Saat di perjalanan kami merasa ada yang mengikuti kami. Aku
dan Ikhsan menengok ke belakang secara bersamaan dan ternyata ada seorang
zombie yang mengikuti kami. Kami tersentak saja karena kaget.
“Lo lan apa itu?”
“Itu yang namanya zombie san, gue pernah
liat di film”
“Zombie?”
“Iya Ikhsan”
Kami berjalan mundur, namun secara
bersamaan sekumpulan zombie keluar dari tempat yang berbeda.
“Lan kita harus ngapain?” nada Ikhsan
yang ketakutan.
“Ayo lari!!!”
Kami pun membalikkan badan dan langsung
lari, namun dari arah depan muncul lah sekumpulan zombie. Dan dengan terkejut
kami langsung berhenti, dan beku di tempat. Zombie- zombie tersebut semakin
mendekati kami.
“San kayaknya kita terjebak”
“Iya lan, gue belum siap mati, apalagi
kalo mati konyol gini”
“Iyalah gue juga, gue masih pengen
ngebahagiain mama gue”
Namun semakin lama mereka semakin
mendekati kami. Dan kami tidak tau harus melakukan apa kali ini meskipun kami
punya banyak ide untuk kabur dari sekumpulan permenan dengan wajah garang.
Tiba-tiba ada seseorang yang mengenggam kakiku. Saat aku menengok ke bawah
ternyata zombie itu sedang memegang kakiku sambil mendekatkan mulutnya ke
kakiku. Dan tersentak saja aku teriak “Ikhsannnnnnnnn”
Dan aku mendengar ada beberapa orang
menertawakanku “Hahahaha”. Dan salah satu dari mereka menggoyang-goyangkan
badanku “Eh Lan lu kenapa manggil namanya Ikhsan hahaha? “
“Eh bangun woi lu mimpi apaan?” Sambung
Ruben.
Saat aku terbangun ternyata aku tadi
mimpi dan sekarang aku berada di rumah Ruben. “Oh untunglahhh” gerutuku.
“Untunglah? Maksud lu Lan?” Sambung
Ikhsan.
“Gak apa kok” kataku menenangkan mereka.
“Eh gue pulang duluan ya udah sore, ntar
nyokap gue ceramah lagi”
“Lu gak apa-apa kan?” Tanya Sasa khawatir.
“Gak apa kok Sa, gue pulang duluan ya”
“Gue anter Lan?” ajak Ikhsan.
“Gak usah San gue bisa pulang sendiri”
“Yaudah Lan hati-hati wajah lu pucet”
lanjut Sasa.
“Okey, gue pulang Ben, Sa, San”
“Okeeee”
Langsung aku keluar dan mengambil sepedaku
lalu mengayuhnya untuk aku bawa pulang ke rumah.
SELESAI
Bagikan
Cerpen "Petualangan ke Alam Lain"
4/
5
Oleh
Anwarul Huda