Tuesday 17 October 2017

Cerpen "Petualangan ke Alam Lain"

Petualangan ke Alam Lain

Minggu ini entah mengapa langit terlihat sedih, membuatku tidak ingin beranjak dari singgasanaku. “Kringgggggg…kringggg.. kringgg” suara yang berkali-kali aku dengar tapi tak ku hiraukan, lalu tiba-tiba aku merasakan hujan membasahi wajahku. “Bungaaaa bangun!” begitulah teriakan mamaku yang melihat aku baru bangun saat disiram air olehnya. “Sudah jam berapa ini? Anak gadis bangun kok mesti kesiangan” ocehannya yang selalu ku dengar setiap pagi. Kemudian ku liat jam bekerku yang dari tadi belum ku matikan.
 “Masih jam 9 kok ma”
“Jam berapa dek?”
“Jam 9 ma, eh jam 10 ma, hehe” jawabku saat kuperhatikan betul jam bekerku.
“Liat kakak-kakakmu, mereka sudah bangun dari subuh tadi”,
“Ya kan mereka sudah besar mama” sambil memasang wajah murung.
“Memang kamu masih kecil?” “Sudah sana mandi terus bantuin kakakmu ngecat” ocehan mamaku yang tak henti-henti selalu membandingkan aku dengan kedua kakak laki-lakiku. Langsung saja aku beranjak ke kamar mandi tanpa mendengarnya. “Bruakkkkk” suara pintu yang kubanting karena kesal. “Bungaaaaaaa!” mamaku terus teriak karena ulahku pagi ini.
Aku Bunga Wulandari, 16 tahun, anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakakku laki-laki, tapi entah mengapa dibandingkan denganku mereka lebih rajin mengerjakan tugas yang seharusnya dilakukan oleh anak perempuan. Papaku sudah meninggal sejak aku berumur 5 tahun. Mamaku seorang dokter. Kakakku yang pertama bernama Ilham, dia sudah kerja. Dan yang kedua bernama Rehan, dia masih kuliah semester 1. Teman-temanku bilang aku tomboy, perilakuku seperti anak laki-laki yang suka manjat pohon, bolos sekolah, main bola, pokoknya semua yang dilakukan anak laki-laki. Meskipun begitu aku juara kelas juga loh, hehe. Wajahku bisa dibilang cantik, karena aku anak perempuan, hehe bercanda, tapi memang cantik kok banyak temen sekolahku yang suka sama aku, tapi aku sudah janji sama kedua orangtuaku aku mau sukses dulu.
Setelah aku selesai mandi, langsung aku berlari ke ruang makan sambil besenandung dan sudah disiapkan nasi goreng dan susu oleh kak Rehan.
“Pagi kak” sapaku, dan langsung kusambar nasi goreng di meja makan.
“Pagi juga putri tidur”
 “Loh kok?” tanyaku sambil menghentikan sendok yang sudah ada di dalam mulutku.
“Lagian kamu kalau dibangunin susah banget, jam bekermu aja sampe kedengaran dari sini”
“Biarin tidur bagi anak dibawah 17 tahun itu baik kok”
“Yaudalah terserah kamu putri tidur” sambil mengusap kepalaku.
“Duh apaan sih” mengepaskan tangannya. Dan aku melanjutkan makananku lalu minum susu. Selesainya aku langsung lari ke bagasi dan mengambil sepeda kesayanganku. “Bunga kamu mau kemana?” Tanya kak Ilham yang sedang mengecat tembok bagasi. “Main kak ke rumah Ruben”. Lalu aku langsung mengayuhnya seperti pembalap Rossi meskipun aku dengar suara mamaku yang teriak memanggilku.
10 menit kemudian aku sampai di rumah Ruben. “Ruben, Ruben” teriakku di depan pagar rumahnya. Kemudian nampaklah batang hidungnya. “Eh Bunga, ayoo masuk, anak-anak udah di dalem”. Ku masukkan sepedaku di halaman rumah Ruben. Setelah aku masuk ke dalam rumah Ruben ternyata temen-temenku sudah kumpul semua.
“Eh lan jam berapa ini baru dateng?, sapa Ikhsan yang memanggilku Wulan.
“Hehe maaf san tadi aku kesiangan”
“Wulan kesiangan itu sudah biasa san, gak heran aku mah” lanjut sasa. “Haha iya sa padahal kan seharusnya cewe itu bangun pagi bantuin
mamanya” kata Rais.
 “Udah ah kasian Wulan ituloh” bela Ikhsan.
“Ada apa dengan Ikhsan dan Wulan? goda Sasa.
“Hahaha apaan sih? Ayo nonton film”
“Ben katanya kamu puya film bagus, ayo setel” lanjut Rais.
“Oke bentar aku siapin”
Kami menunggu di ruang keluarga rumah Ruben sambil mengecap apapun yang ada di meja. 5 menit kemudian Ruben keluar dari kamarnya sambil membawa beberapa kaset di tangannya. Dia berjalan sambil melempar senyum ke kami.
………………………………………………………………………………
Kami berempat mengayuh sepeda kearah hutan. Konon katanya disana ada sebuah perkumpulan zombie. Kami memang sangat penasaran dengan pernyataan tersebut.
“Ayo lebih cepat, keburu sore!!!” seru Ruben.
“Tunggu ben sepeda Sasa bocor” Kataku.
“Oke kalau begitu kita jalan kaki aja kesana, lagian tinggal bentar lagi nyampe” Kata Ruben menjawab.
“ Baiklah” seru kami bertiga menjawab Ruben.
Di dalam perjalanan kami berjanji tidak akan terpencar.  Aku dan Ikhsan berjalan di depan dan di belakang ada Sasa dan Ruben. 10 menit kemudian kami sampai di perkumpulan yang konon katanya banyak zombie. Namun belum ada zombie yang terlihat sampai saat ini. Kami berjalan dengan santainya. Saat aku dan Ikhsan menengok ke belakang ternyata Sasa dan Ruben tidak ada di belakang kita.
“Loh lan mereka kemana?”
“Aku gak tau san, apa mereka tersesat?”
“Atau kita yang tersesat?” lanjut Ikhsan.
“Coba san telpon mereka, lu bawa hp gak?”, langsung Ikhsan mencari handphone nya di semua sakunya.
“Loh hp gue gak ada lan, terus gimana?”
“Apa kita balik lagi aja?”
“Yaudah kalau gitu”
Kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke jalan semula. Saat di perjalanan kami merasa ada yang mengikuti kami. Aku dan Ikhsan menengok ke belakang secara bersamaan dan ternyata ada seorang zombie yang mengikuti kami. Kami tersentak saja karena kaget.
“Lo lan apa itu?”
“Itu yang namanya zombie san, gue pernah liat di film”
“Zombie?”
“Iya Ikhsan”
Kami berjalan mundur, namun secara bersamaan sekumpulan zombie keluar dari tempat yang berbeda.
“Lan kita harus ngapain?” nada Ikhsan yang ketakutan.
“Ayo lari!!!”
Kami pun membalikkan badan dan langsung lari, namun dari arah depan muncul lah sekumpulan zombie. Dan dengan terkejut kami langsung berhenti, dan beku di tempat. Zombie- zombie tersebut semakin mendekati kami.
“San kayaknya kita terjebak”
“Iya lan, gue belum siap mati, apalagi kalo mati konyol gini”
“Iyalah gue juga, gue masih pengen ngebahagiain mama gue”
Namun semakin lama mereka semakin mendekati kami. Dan kami tidak tau harus melakukan apa kali ini meskipun kami punya banyak ide untuk kabur dari sekumpulan permenan dengan wajah garang. Tiba-tiba ada seseorang yang mengenggam kakiku. Saat aku menengok ke bawah ternyata zombie itu sedang memegang kakiku sambil mendekatkan mulutnya ke kakiku. Dan tersentak saja aku teriak “Ikhsannnnnnnnn”
Dan aku mendengar ada beberapa orang menertawakanku “Hahahaha”. Dan salah satu dari mereka menggoyang-goyangkan badanku “Eh Lan lu kenapa manggil namanya Ikhsan hahaha? “
“Eh bangun woi lu mimpi apaan?” Sambung Ruben.
Saat aku terbangun ternyata aku tadi mimpi dan sekarang aku berada di rumah Ruben. “Oh untunglahhh” gerutuku.
“Untunglah? Maksud lu Lan?” Sambung Ikhsan.
“Gak apa kok” kataku menenangkan mereka.
“Eh gue pulang duluan ya udah sore, ntar nyokap gue ceramah lagi”
“Lu gak apa-apa kan?” Tanya Sasa khawatir.
“Gak apa kok Sa, gue pulang duluan ya”
“Gue anter Lan?” ajak Ikhsan.
“Gak usah San gue bisa pulang sendiri”
“Yaudah Lan hati-hati wajah lu pucet” lanjut Sasa.
“Okey, gue pulang Ben, Sa, San”
“Okeeee”
Langsung aku keluar dan mengambil sepedaku lalu mengayuhnya untuk aku bawa pulang ke rumah.


SELESAI

Bagikan

Jangan lewatkan

Cerpen "Petualangan ke Alam Lain"
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.